Iklan

Iklan

Ketika Derita Anak Tak Terbaca, Hukum Kehilangan Hatinya: Pengacara Menyesalkan Vonis Kasus Pelecehan Anak Oleh Mantan Guru

24JAMNews
04 Desember 2025, 11:51 WIB Last Updated 2025-12-04T04:55:36Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

DELI SERDANG | 24jamtop.com : Andi Tarigan, S.H., Penasihat Hukum anak korban pelecehan seksual oleh oknum mantan guru SMP Negeri, menyampaikan kekesalan terhadap putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis 63 bulan penjara kepada pelaku. Putusan tersebut dinilai jauh dari rasa keadilan dan menunjukkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak masih belum menjadi roh dalam penegakan hukum.

 

Jaksa dan hakim seolah gagal membaca derita seorang anak. Korban bukan angka, bukan berkas. Ia manusia kecil yang dihancurkan oleh orang yang dipercaya sebagai guru. Ketika pelaku hanya dihukum 63 bulan, negara terlihat tidak berdiri di sisi anak,” ujar Andi dengan nada kritis.

 

Menurutnya, keadilan tidak boleh hanya berhenti pada batas minimal undang-undang, melainkan harus menggambarkan keseriusan negara melindungi anak-anak sebagai warga yang paling rentan. Pelaku sebagai guru, yang menurut Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual memiliki tanggung jawab moral dan hukum yang tinggi, seharusnya mendapatkan pemberatan karena relasi kuasa yang ada.

 

“Ketika guru menjadi pelaku, penghianatan moralnya jauh lebih besar. Penegak hukum seharusnya membaca itu sebagai faktor pemberat, bukan malah menghasilkan putusan yang hanya sekadar memenuhi formalitas hukuman dengan angka minimum,” tandasnya.

 

Padahal Indonesia telah mengadopsi prinsip the best interest of the child melalui Konvensi Hak Anak (CRC) yang diratifikasi tahun 1990, serta Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022. “Prinsip kepentingan terbaik anak tidak boleh berhenti di seminar dan spanduk. Prinsip itu harus hidup dalam setiap putusan. Dalam kasus ini, ia mati,” tegas Andi.

 

Penasihat hukum korban akan pertimbangkan untuk mengajukan pengaduan ke Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. “Trauma anak tidak punya tanggal kedaluwarsa. Tetapi hukuman yang dijatuhkan terasa seperti negara sedang memberi maaf murah kepada pelaku,” tutupnya.@red

Komentar

Tampilkan